2025-10-21
DPRD NTT Audiensi Bersama Tim Tidal Bridge Larantuka Terkait Rencana Pengembangan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut di Larantuka

Kupang, 21 Oktober 2025 - DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur menerima kunjungan Tim Tidal Bridge Indonesia dalam audiensi yang diselenggarakan di Ruang Komisi I pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Audiensi ini membahas mengenai pembaharuan dari proses pengembangan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut yang berlokasi di Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua DPRD NTT Emilia Nomleni mengapresiasi Tim Tidal Bridge yang telah mengembangkan proyek ini dan mengkomunikasikannya kepada DPRD Provinsi NTT.
“Kita menerima dengan baik, mengapresiasi ini sebagai bentuk komunikasi dengan pemerintah sehingga kita bisa memantau setiap pekerjaan yang bermanfaat untuk masyarakat,” ujar Emi Nomleni.
Senada, CEO Tidal Bridge Indonesia Latif Gau berterima kasih kepada DPRD NTT yang mau menerima kunjungan dan pertemuan tersebut.
Ia meminta dukungan DPRR NTT atas proyek yang akan dilaksanakan sebagai upaya mendukung kebutuhan masyarakat akan ketersediaan listrik yang berkelanjutan.
“Ini adalah pertemuan lanjutan dari tahun lalu dan progressnya sudah lebih bagus," ungkap Latif Gau, CEO Tidal Bridge Indonesia.
Dalam pertemuan ini, Latif Gau juga memaparkan sistem pembangkit listrik model jembatan yang telah diproyeksikan dan dikonsultasikan dengan beberapa lembaga independent seperti Greenpeace, yang juga menyetujui model turbin yang akan dipasang di bawah jembatan yang akan menghubungkan Kota Larantuka dengan Pulau Adonara.
“Selat laut yang kuat dapat memutar turbin bolak-balik yang dipasangkan di bawah jembatan. Turbin ini adalah teknologi yang diadopsi dari Belanda. Modelnya dibuat agar menjadi jalur yang aman dilewati oleh ikan-ikan yang berenang. Model turbin tersebut kemudian disetujui oleh Greenpeace karena mereka meminta untuk biota dan ikan laut tetap terjaga baik,” tambahnya.
Sekalipun telah membuat perencanaan dan persiapan yang sudah berjalan selama 11 tahun, Latif Gau menambahkan, masih mengaku masih ada kendala administratif yang membuat proyek ini belum dapat diaplikasikan.
Kendala ini terhalang pada Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang belum menyepakati proses yang menurutnya sudah dibahas hingga pada detail-detail yang perlu untuk disepakati.
“Begitu akan tanda tangan dokumen, mereka tidak ingin tanda tangan, padahal secara teknis dan anggaran kita sudah siapkan. Dalam hitungan bulan, proyek ini sudah bisa diselesaikan, dan setelah berjalan 20 tahun, kita akan berhenti,” ungkap Latif Gau.
Sementara Wakil Ketua DPRD NTT Fernando Soares meminta agar Tidal Bridge Indonesia
membuat skema bisnis yang bisa membantu Pemprov NTT untuk ikut meningkatkan PAD Provinsi NTT.
"Sehingga manfaatnya bukan hanya dirasakan masyarakat di Kabupaten Flores Timur saja. Kita butuh pembangunan untuk mendongkrak APBD karena APBD kita tidak besar. Jadi barangkali ada model bisnis yang bisa kita bicarakan bersama membantu APBD. Mohon juga perhatikan masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup sebelum jembatan ini ada nantinya, ” ungkap anggota dari Fraksi Gerindra tersebut.
Politisi Partai Golkar, Muhammad Ansor menyetujui pendapat dari Fernado Soares bahwa perlu ada dkema yang memungkinan APBD mendapatkan sumbangan dari proyek yang dimaksud. Baginya, manfaat dari proyek ini juga perlu dirasakan oleh seluruh masyarakat NTT.
“Memang benar lokasinya ada di Flores Timur, tapi kami juga menginginkan masyarakat di Sumba, di Sabu juga mendapatkan manfaatnya berupa PAD bagi daerah kita,” ungkapnya.
Selain itu, mengenai kendala yang dihadapi Tidal Bridge, Muhammad Ansor menyoroti PLN sebagai tantangan yang perlu untuk diselesaikan bersama, mungkin dengan dengan pendekatan bisnis yang berbeda yang dapat disepakati, berhubung proyek ini untuk kebutuhan masyarakat secara luas.
Marselinus Anggur Ngganggus selaku Anggota Komisi IV yang membidangi urusan energi memiliki pemikiran yang berbeda.
Baginya, proyek ini seharusnya diurusi di tataran pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah tinggal menyesuaikan dengan pembicaraan yang telah dilaksanakan di tingkat pusat.
“Supaya tidak ada narasi pimpinan sudah setuju, tapi bawahan malah tidak setuju. Hanya orang kurang sehat yang tidak setuju, sehingga ini perlu diberesin dulu karena Pemda bisa mengikuti. Proyek ini punya konsep menarik, tidak ada rugi, malah keuntungan. Tapi pemerintah pusat setuju, baru kita diskusi serius dengan pemerintah daerah,” tutup anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Menutup diskusi tersebut, Latif Gau
enyoroti permintaan Fernando Soares dan Muhammad Ansor terkait model bisnis untuk meningkatkan PAD NTT.
Baginya, hal tersebut tidak masalah karena hal tersebut bisa menjadi bentuk kontribusi lanjutan dari kehadiran proyek Pembangkit Listrik tenaga Arus Laut tersebut.
“Bisa diberikan, bisa dibuat dalam bentuk pembagian saham sehingga ada benefit yang luas bagi PAD NTT,” tutupnya.
Tim Publikasi dan Dokumentasi ** Gohan
e-mail : nttsetwan@gmail.com
Semua Berita